Pages

Wednesday, December 28, 2016

Artikel (Kode etik): Krisis Kejujuran Hasilkan Potensi Mahasiswa Bernilai Palsu



            Ungkapan bahwa "kejujuran adalah perhiasan jiwa yang lebih bercahaya daripada berlian" merupakan ungkapan yang benar adanya. Saat ini kejujuran hampir di berbagai aspek kehidupan manusia telah mengalami krisis kejujuran tak terkecuali di dalam kehidupan mahasiswa. Mahasiswa yang kini bukan hanya sekedar siswa saja tetapi telah menggunakan perpaduan antara maha dan siswa dimana maha berarti amat, sangat yang pada umumnya kata Maha sangat identik dengan Sang Maha Pencipta Allah swt.
Allah swt tentunya sangat menyukai orang-orang yang senantiasa berlaku jujur karena kejujuran merupakan akhlak yang terpuji. Namun, tidak semua orang mampu untuk menumbuhkan kejujuran dalam hatinya. Ketidakjujuran berasal dari kebiasaan individu serta prinsip yang melekat pada dirinya. Jika seseorang menganggap bahwa ketidakjujuran bukanlah sesuatu yang penting maka segala hal, baik itu ucapan maupun tindakan akan diwarnai ketidakjujuran. Seperti halnya jika seorang mahasiswa selama ia mengikuti jenjang sekolah (SD,SMP, dan SMA sederajat) membiasakan diri untuk menyontek pada setiap kali ulangan (ujian) maka sampai di bangku kuliahpun ia akan mengulangi kebiasaan buruk tersebut (Ala bisa karena biasa).
Setiap mahasiswa pasti ingin selalu memperoleh nilai tinggi dalam setiap mata perkuliahan. Namun apalah artinya jika nilai yang dihasilkan dari setiap hasil ujian merupakan hasil contekkaan baik itu dari buku, teman, atau hal lainya. Bagaimana bisa jika akhirnya setelah menempuh masa pendidikan selama 4 tahun di perguruan tinggi kita hanya akan menghasilkan ijazah yang bernilai palsu? 
Ilustrasi
Jika menyontek sudah menjadi hal biasa, maka seakan tidak ada lagi rasa bersalah yang timbul di dalam hati mereka. Tapi tahukah kita? Memperoleh nilai tinggi tetapi dengan cara menyontek sama artinya jika kita melakukan penipuan terhadap orang tua kita. Karena pada dasarnya, nilai yang kita peroleh adalah nilai palsu hasil contekan. Sangat disayangkan ketika budaya mencontek terus dilestarikan hingga akhir mencapai puncak wisuda. Bak membeli telur yang ada hanya cangkangnya saja tetapi tak ada isinya. Ijazah dengan nilai mengagumkan tapi tidak ada ilmu yang melekat pada otak. Idealnya, seorang mahasiswa tak hanya pandai mengkritisi di sekitarnya, tetapi ia juga harus pandai mengkritisi apa yang ada di dalam dirinya lalu memperbaikinya sesegera mungkin. Maka dari itu, mari kita periksa dari dalam diri kita mencoba melakukan intropeksi diri. Apakah pribadi kita mengalami krisis kejujuran? Semoga kita tidak mengalami krisis kejujuran…Aamiin (Karya: Hayana. Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam. Jurusan Dakwah dan Komunikasi. STAIN Parepare)


         

0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

Translate

"Beloved"

"Beloved"

Followers